Pages - Menu

About Enethril

'Enethril' adalah sebuah kata yang dibuat-buat saja. Tidak ada artinya di dalam kamus manapun –setahu saya. Tidak ada kaitannya dengan nama-nama sesuatu apapun, dalam bahasa manapun, paling tidak sepengetahuan saya (meskipun, beberapa tahun belakangan, saya menemukan bahwa ternyata ada tokoh dalam sebuah game online yang bernama Enethril, namun waktu kata itu pertama kali saya baca, saya benar-benar tidak bisa menemukan keterkaitannya dengan sesuatu apapun). Sebuah kata rekaan yang kebetulan saja tercipta ketika secara sembarangan saya memencet-mencet tombol keyboard komputer saya dulu –kalo tidak salah sekitaran tahun 2006-2007 waktu kelas 2 SMA.

Mungkin waktu itu saya saking gusarnya karena dikasih tugas mengarang cerita oleh guru Bahasa Indonesia dan ternyata kesulitan mengurai isi kepala saya ke dalam kata-kata menjadi kalimat yang baik sehingga asal saja mengetiknya. Lalu waktu saya lihat huruf-huruf yang muncul di layar monitor, terbacalah oleh saya kata itu di antara huruf-huruf lain yang tidak tersusun secara baik –apalagi benar—menurut aturan fonologi (entah, apakah memang ada aturan tertentu mengenai bagaimana sebaiknya huruf-huruf disusun menjadi kata atau tidak). Maka saya pun tercenung, merenung-renung sendiri dan tak jadi membuat suatu karangan pun.

Untung saja waktu itu saya tidak membawa kata itu ke depan guru saya dan menumpukanya sebagai hasil kerja saya. Kalau iya, mungkin bisa dimaki habis-habisan saya. Bisa dituduh mengada-adakan yang tak ada, lalu dicap kenthir dan dimasukkan ke penjara bernama prasangka sosial. Lebih baik mengaku tidak berhasil menyelesaikan tugas saja. Paling-paling dimarahi sedikit, lalu dikasih tugas lagi.

Bagaimanapun, itu salah satu kemungkinan saja. Sejujurnya, saya juga tidak begitu ingat bagaimana ceritanya sehingga saya tiba-tiba mengetik acak seperti itu dan menemukan kata tanpa arti itu terselip di anatara sekian banyak huruf yang bergerombol tak jelas.

[]

Bagaimanapun, kehidupan ini, bagiku –atau keberadaanku dalam semesta bernama kehidupan ini—seperti kata itu. Tiba-tiba saja ada. Tak tahu dari mana. Tak tahu mau ke mana. Tak tahu apa-apa. Semacam apa yang oleh para eksistensialis disebut “terdampar” atau “terlempar” ke dalam panggung kehidupan.

Maka kupelihara kata itu, mungkin untuk mengingatkanku pada diriku sendiri yang terdampar di sudut sempit dalam ruang kecil pada semesta mahaluas ini, Seandainya engkau –mungkin saja—bertanya apa arti kata itu, akupun bertanya apa artinya aku pada kata itu. Seandainya engkau bertanya adakah makna di balik kata itu, akupun bertanya adakah aku ini bermakna pada kata itu.

Seandainya segala sesuatu dalam kehidupan ini merupakan bagian-bagian dari suatu kesatuan bentuk yang utuh, merupakan keping-keping puzzle yang membentuk suatu gambaran yang bermakna, maka aku adalah suatu fragmen kecil yang terpisah dan tak tahu pada bagian yang mana aku semestinya berada. Begitulah, tak jarang aku merasa. Seperti kata itu di antara semua kata yang telah ada dan sudah punya artinya masing-masing. Ia tak tahu harus menempatkan diri di mana pada sebuah kalimat.

Maka, dulu, aku sempat mengajukan pertanyaan. Tidak kepada siapa-siapa. Sekedar bertanya pada keheningan, dan tentu saja tidak berharap mendengarkan jawaban yang gamblang. Adakah segala sesuatu mesti berarti? Apakah setiap kata harus punya arti? Tak adakah keberadaan yang sekedar ada saja?

Lalu kuajak kata itu mencari maknanya. Bagiku ia terlihat seperti anak ayam yang kehilangan induk. Mungkin, seperti nasihat Iroh kepada Korra sewaktu ia tersesat di dunia ruh, aku bisa menemukan makna keberadaanku dengan membantu kata itu menemukan artinya. Maka kami sama-sama berkelana mencari induk segala makna untuk meminta petunjuk perihal diri kami masing-masing.

Ke manakah itu? Entah. Kami akan berkelana, mungkin di dunia makna. Mengurai benang-benang merah makna yang menghubungkan segala sesuatu. Di ujungnya, mungkin di situlah induk makna berada.

[]

Blog ini adalah semacam catatan perjalanan kami.